PADANG, - Satu hari menjelang puasa, masyarakat Sumatera Barat memiliki tradisi mandi balimau, tradisi ini terus berkembang turun temurun hingga kini.
Mandi balimau merupakan tradisi mandi dengan jeruk nipis yang berkembang di kalangan masyarakat Minangkabau. Biasanya dilakukan di sungai atau tempat pemandian.
Tradisi mandi balimau dilakukan satu atau dua hari menjelang puasa. Mandi balimau ini menjadi tradisi hampir di seluruh wilayah di Sumbar.
Di Kota Padang biasanya dari tahun ke tahun, ada 12 titik lokasi untuk tradisi mandi balimau seperti Pantai Padang, Pantai Aia Manih, Pantai Pasir Jambak, Lubuak Tampuruang, dan Lubuak Paraku.
Jika dilihat dari segi agama, mandi balimau ini oleh ulama di Sumbar dinilai bukan bagian dari agama islam dalam menyambut Ramadhan.
Ketua Majelis Ulama Sumbar, Buya Gusrizal Gazahar mengatakan tradisi Balimau merupakan kebiasaan sebelum masuknya Islam. Sehingga tradisi mandi balimua seharusnya tidak dilakukan oleh masyarakat menjelang Ramadhan.
Baca juga:
23 Pohon Tumbang, TRC BPBD Bergerak Cepat
|
"Kalau mandi membersihkan diri itu bisa di rumah, ulama meluruskan ini, " ujarnya.
Apalagi, lanjutnya momentum ini juga dimanfaatkan untuk kegiatan yang tidak baik, mandi beramai-ramai di sungai bercampur antara laki-laki dan perempuan.
Kemudian juga, kata Gusrizal, banyak muda-mudi yang pergi ke lokasi pemandian itu secara berpasang-pasangan, kemudian mandi-mandi.
"Katanya mau menyambut Ramadhan? kenapa tidak menyambutnya dengan hal-hal bermanfaat, memperbanyak ibadah, " ujarnya.
Baca juga:
BMKG: Potensi Hujan Lebat 3 Hari Ke Depan
|
Ia juga meminta pemerintah daerah mengambil kebijakan agar mandi balimau di tempat-tempat tertentu itu dihentikan, karena tidak sesuai dengan syariat islam.
Mandi Pertobatan
Sebuah referensi dari Bangtjik Kamaluddin dalam bukunya, Mandi Belimau Di Dusun Limbung Bangka Belitung, menulis awal mula penerapan tradisi ini adalah masyarakat Desa Jada Bahri dan Desa Kimak Kecamatan Merawang, Kabupaten Bangka, Provinsi Bangka Belitung.
Seorang bangsawan keturunan Kerajaan Mataram Yogyakarta bernama Depati Bahrein melarikan diri dari kejaran Belanda. Lalu pada 1700-an, sampailah Depati Bahrein bersama pasukannya ke Pulau Bangka.
"Konon Depati Bahrein kemudian melakukan ritual mandi pertobatan yang kemudian dicontoh oleh warga sekitar, " tulis Bangtjik Kamaluddin.
Akhirnya, istilah mandi pertobatan ini menjamur ke sebagian besar Tanah Melayu sebelum memasuki bulan Ramadan. Tradisi ini kemudian dikenal dengan balimau di daerah lain.(**)